Judul: The Marriage Roller Coaster
Penulis: Nurilla Iryani
Editor: Herlina P Dewi
Proofreader: Tikah Kumala
Desain cover: Teguh Santosa
Layout: Deeje
Tebal: 206 halaman
Harga: Rp 42.000
Penerbit: Stiletto Book
Blurb
Kehidupan pernikahan itu bagaikan rollercoaster. Yes? No?
Jungkir balik! Kadang di atas, kadang di bawah. Ada yang menikmati dan tertawa bahagia, ada juga yang tersiksa dan menangis tersedu. Setelah mencobanya, setiap orang punya pilihan masing-masing: ingin terus mencoba atau justru kapok luar biasa.
Bagaimana dengan Audi dan Rafa? Kehidupan urban yang dijalani pasangan ini memberi tantangan lebih pada pernikahan mereka. Bagaimana mencari waktu untuk bersama di tengah kesibukan mereka. Bagaimana mengatur mood setelah semua energi positif hilang di kantor. Bagaimana menahan godaan dari orang yang pernah hadir di masa lalu.
Akankah mereka terus mencoba dan bertahan? Atau justru kapok dan menyerah?
Alur Cerita
Tersebutlah Audi, perempuan, seorang market researcher, menikah dengan Rafa, seorang karyawan IT di sebuah perusahaan yang (juga) bergerak di bidang IT. Keduanya berada di usia produktif, sehingga menjadikan keduanya begitu bersemangat mengejar karier. Audi dan Rafa juga sepakat untuk menunda mempunyai momongan dengan berbagai alasan,Ā meski kedua orang tua mereka masing-masing sudah berharap untuk bisa menimang cucu sesegera mungkin.
Bumbu-bumbu pertengkaran suami istri sering mewarnai kehidupan rumah tangga mereka. Sebenarnya ini hal yang wajar saja. Namun saat-saat itulah kadang kesetiaan diuji.
Datanglah Yoga, mantan kekasih Audi. Alur kemudian menjadi sedikit flashback. Dulu Audi meninggalkan Yoga hanya karena Yoga terlalu lempeng. Terlalu lurus. Terlalu baik padanya. Audi memerlukan petualangan, memerlukan percikan-percikan dalam hidupnya. Dan Yoga tak bisa memberikannya pada Audi, Rafa bisa. Maka kemudian Audi lebih memilih Rafa.
Semakin ke sini, Audi semakin merasakan betapa Rafa tak memedulikannya. Rafa paling benci jika melihatnya menangis. Alih-alih memberikan pelukan peredam tangis, Rafa malah marah-marah. Ini cuma salah satu contoh. Ada banyak “percikan” lain yang akhirnya terjadi, dan memuncak saat Ayah Audi harus masuk rumah sakit di Jogja dan Rafa bersikeras untuk pergi bersama teman-temannya ketimbang harus mengantar Audi pulang ke Jogja. Padahal saat itu Audi sedang hamil muda.
Trus gimana mereka mengambil solusi atas permasalahan rumah tangga mereka? Akankah mereka memilih berpisah.
Pemirsa!!! Saksikan kelanjutannya, dalam silet buku novel ini! *mulut dimonyong-monyongin*
Review
Buat kamu yang mau nikah, atau just-married, novel ini sepertinya cucok. Kalo seandainya temen kamu ada yang mau nikah, kayaknya buku ini juga cucok dijadikan kado š Novel ini menceritakan sebenar-benarnya “roller coaster” dalam kehidupan rumah tangga.
Novel ini berisi cerita yang realistis. Apa yang diceritakan di dalamnya, sangat bisa jadi mungkin akan dialami oleh setiap pasangan suami istri. Memang sih, setiap rumah tangga punya persoalan masing-masing, dan ga mungkin sama. Tapi, novel ini cukup ngasih gambaran, gimana kehidupan berumah tangga itu.
Ada banyak aspek hidup yang diceritakan. Dari mulai kehidupan rumah tangga, lalu karier, kemudian juga ke persahabatan. Bener-bener realistis.
Begitu realistisnya, hingga pada akhir cerita saya merasa seperti membaca sebuah diari. Diari yang ditulis oleh seorang perempuan bernama Audi, yang menumpahkan segala uneg-unegnya aka curhat ke dalam sebuah buku yang kemudian dicetak untuk disebarluaskan pada publik. š Apakah itu buruk? Enggak. Tergantung yang baca. Tergantung selera. š Semuanya kembali ke selera.
Untuk saya, saya akhirnya tak bisa terlalu menikmatinya. Apalagi ditambah dengan begitu banyaknya quotes berbahasa Inggris di dalamnya. Quotes yang bagus sih sebenernya, dan berpesan moral. Tapi, ya, jadi gimana ya? Semacam, meh, kalo saya sih nggak mungkin ngomong gitu di dunia nyata š Utopis. š
Ya, tapi mungkin saja memang ada orang yang suka quotes keinggris-inggrisan begitu sih ya? Entahlah. Orang kan punya karakter sendiri-sendiri š
Audi juga nampak sangat mendominasi keseluruhan cerita. Kita serasa dibawa masuk ke dalam otak Audi, juga ke dalam hatinya, lalu mendengar sendiri apa kata otaknya, apa kata hatinya. Ini juga merupakan konsekuensi penulis yang menggunakan PoV orang pertama. Tapi entah ya, saya merasa too much. Saya merasa dunia hanya berputar di sekitar Audi. Semacam memojokkan Rafa gitu. Padahal Rafa punya alasan kenapa dia sampai berkarakter begitu. Ada sih dijelaskan juga mengenai kenapa Rafa begini dan begitu di akhir cerita. Tapi tetap, it’s all about Audi.
Tokoh
- Audi. Wanita dengan karier cemerlang, shopaholic, cantik dan seksi. Lahir di Jogja, dan akhirnya menikah dan pindah ke Jakarta bersama suaminya, Rafa.
- Rafa. Suami Audi, workaholic sejati. Rada-rada kaku, aneh gitu. Masa istrinya nangis, malah diomelin >,< bukannya dipeluk, minimal digenggam tangannya gitu. Kayaknya dalam novel ini, dialah sang tokoh antagonisnya ya…
- Yoga, mantan pacar Audi. Orangnya rada-rada nerd kalo boleh saya tangkep. š Serius, tapi baiiiik banget. Audi memutuskannya ketika dia sedang menempuh S2 *kalo ga salah* ke Prancis. Audi tak tahan LDR, lagipula bersama Yoga, sebenernya dia cukup “aman” tapi bosan. Heuheuheu… Perempuan, butuh juga petualangan. *lah kok rhyme ya*
- Sonya, sahabat Audi. Tempat sampah Audi. Tempat curhat Audi. Partner shopping yang baik untuk Audi.
Quotes
People are complicated sometimes. Justru dia yang selalu ada, dia yang selalu baik, dia yang selalu positif, membuatku akhirnya nyaris mati bosan. Relationship kita terlalu datar tanpa percikan. I was young, I needed more color in my relationship. (hal. 40)
…pelukannya adalah kelemahanku. It’s always warming and calming. It’s like magica thing, perlahan tapi pasti… pelukannya selalu berhasil membuatku berpikir setelah ini semuanya akan baik-baik saja.Ā (hal. 96)
It’s funny that the most of the time the person you love the most, is also the person you hate the most. The person you wanna kiss, is also the person you wanna kill. The person you cannot live without, is also the person you wanna let go. (hal. 179)
The idea of getting separated is frustrating. It’s really hard when you still in love with your partner. It’s even harder when your partner still wants you badly. (hal. 189)
Well, untuk bacaan ringan di sore hari sambil berkata dalam hati, “Hmmm, been there done that…”, buku ini sepertinya cocok š
Dua setengah dari lima bintang.
Mungkin penulisnya cuma suka karakter Audi hehehe
LikeLike