Judul: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis: Eka Kurniawan
Editor: Mirna Yulistianti
Desain Sampul: Eka Kurniawan
Tebal: 250 halaman
ISBN: 978-602-03-0393-2
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Blurb
Di puncak rezim yang penuh kekerasan, kisah ini bermula dari satu peristiwa: dua orang polisi memerkosa seorang perempuan gila, dan dua bocah melihatnya melalui lubang di jendela. Dan seekor burung memutuskan untuk tidur panjang. Di tengah kehidupan yang keras dan brutal, si burung tidur merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai, meskipun semua orang berusaha membangunkannya.
Alur Cerita
Buku dibuka dengan entakan lumayan keras.
Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati. (hal. 1)
Alkisah Ajo Kawir, seorang pemuda, sedih karena anunya yang nggak bisa berdiri lagi. Yah, you know. Seorang laki-laki yang anunya tidak bisa berdiri itu bisa dibilang ‘cacat’lah gitu. Ajo Kawir punya sahabat bernama Si Tokek, yang tahu banget kekurangan Ajo, dan berusaha menolongnya. Iwan Angsa, bapak Si Tokek, juga tahu tentang hal ini. Dan juga mau nolongin.
Pembaca kemudian dibawa ke masa lalu, saat Ajo Kawir masih berusia praremaja. Diajak Si Tokek, Ajo Kawir menonton dua polisi yang memerkosa seorang perempuan gila. Ndilalah kok ya ketahuan. Tokek bisa lari, Ajo ketangkap. Lalu dipaksa untuk ikut ‘menyodokkan’ anunya ke anunya si perempuan gila. Saking shocknya, burung Ajo malah tidur. Dan, nggak bangun-bangun lagi.
Dari sinilah semua berawal. Ajo kemudian begitu frustrasi, hingga dia melampiaskannya dengan berkelahi dengan siapa pun. Kemudian datang Paman Gembul, seorang bos. Paman Gembul, melalui Iwan Angsa, meminta Ajo membunuh Si Macan. Ada dendam apa antara Paman Gembul dengan Si Macan? Entahlah.
Apakah Ajo bisa membunuh Si Macan? Nanti dulu. Si Macan belum bisa ditemukan. Dalam proses mencari si Macan, Ajo bertemu dengan Iteung. Perempuan yang jago berkelahi. Ya, Ajo dan Iteung berkelahi dalam pertemuan pertama mereka. Namun pertemuan itu berlanjut, hingga Iteung dan Ajo jatuh cinta.
Well, ingat kan, kalau anunya Ajo nggak bisa berdiri? Tentu saja ini menjadi masalah besar saat Ajo sudah menikahi Iteung. Memang sih, Ajo bisa memuaskan Iteung dengan jemarinya. Tapi benarkah Iteung puas ‘hanya’ dengan jemari Ajo. Hmmm.
Puncaknya, suatu hari Iteung pulang dan mengaku hamil. Lha, anak siapa? Kan Ajo cuma fingering. Euuu.
Setelah Iteung mengaku hamil, ndilalah kok ya Si Macan ketemu. Ya sudah, Ajo yang menyimpan amarah langsung membunuh Si Macan.
Dari sini, pembaca dibawa ke kehidupan Ajo selanjutnya, jadi supir truk. Banyak suka duka, segala trik melawan supir truk lain, dan kehidupan jalanan diceritakan oleh Eka di sini. Ajo yang belajar banyak di penjara, setelah membunuh Si Macan, telah menerapkan hidup Jalan Sunyi bersama burungnya yang selalu tertidur.
Di kehidupan yang ini pula, datang Jelita. Perempuan embuh datang dari mana, tiba-tiba sudah ada di truk Ajo. Penumpang gelap di antara muatan. Dengan adanya Jelita, Ajo jadi mulai mimpi-mimpi basah lagi. Apakah Ajo jatuh cinta pada Jelita? Sepertinya sih hanya sebatas kebutuhan biologis, karena Ajo masih mencintai Iteung meski mereka berpisah. Bahkan foto anak Iteung, yang bukan anaknya, pun dipasang di kaca di atas kemudinya. Tapi sosok Jelita memang ‘mengganggu’nya. Aneh sekali. Bukankah anunya nggak bisa berdiri? Gimana bisa mimpi basah? Tapi ya gitu, Ajo mengalaminya. Hingga suatu saat, Jelita menyusul Ajo ke kamar mandi. Dia melucuti Ajo, dan Ajo kaget. Anunya bisa berdiri.
Tapi setelah itu, Jelita menghilang. Nggak tahu ke mana.
Sementara itu latar belakang Iteung juga terungkap. Bagaimana dia ternyata adalah korban kejahatan seksual gurunya sendiri di sekolah dasar. Hal itulah yang membuatnya ingin belajar bela diri. Setelah merasa jago, Iteung kembali mencari gurunya itu dan membalas dendam.
Paman Gembul mendatangi Iteung di penjara (hhhmmm, kok rasanya aku melewatkan bagian kenapa Iteung dipenjara ya? 😐 Lupa kenapa). Bercerita tentang Ajo Kawir, dan bahwa Ajo sebenarnya masih mencintainya. Paman Gembul secara tak langsung mendorong Iteung untuk ‘mengurus’ dua polisi yang sudah membuat anu Ajo nggak bisa berdiri lagi. Jadi, begitu keluar, Iteung membereskan dua polisi tersebut.
Ajo pulang. Melepaskan rindu pada Iteung. Tapi, Iteung terpaksa kembali lagi ke penjara. Karena dia telah membunuh dua polisi yang membuat Ajo nggak bisa ngaceng.
Sepertinya burung Ajo yang sudah bisa berdiri, harus kembali tidur dan menunggu Iteung sampai bebas.
Review
Fyuh!
*deep breath*
Oke, saya mencoba untuk mereview buku ini dari seorang pembaca ‘normal’, dan bukan dari seorang penggemar Eka Kurniawan. Semoga bisa. Tapi saya nggak jamin review saya bebas spoiler. So, kalau nggak mau baca review spoiler, jangan dilanjutin baca ya. Stop di sini aja. Saya lagi males mikir soalnya. *dikeplak*
Tapi … dari mana saya mulai ya?
Oke.
Ini bukan novel yang ‘indah’, sarat dengan kata-kata saru, vulgar, denotatif, umpatan, dan kata-kata kotor lainnya. Kamu akan menjumpai kosakata macam ngaceng, memek, tai dan sebagainya di sini dengan jelas. Eka membiarkan semuanya apa adanya, tanpa diperhalus, tanpa dipersopan. Apa adanya.
Tapi ini adalah novel yang sangat indah. Pembaca seharusnya bisa mendapatkan buanyak sekali pelajaran dari kehidupan Ajo. Ini bukan novel yang menyajikan nilai-nilainya dengan muluk-muluk. Eka tidak membiarkan masakannya bisa ditelan begitu saja. Pembaca seharusnya memang mencernanya lebih dulu, mengunyahnya baru kemudian ditelan. Dimengerti. Kalau cuma disuap, lalu langsung telan, ya pastilah muka akan mengernyit saat menjumpai taburan kata-kata ‘indah’ yang saru dan vulgar di sepanjang novel.
It’s beyond that. Faaaar beyond.
Jadi, ada banyak keindahan dalam novel ini. Jauh lebih banyak ketimbang semua novel roman dan populer. Dan kalau kamu mau ikutan baca, lebih baik kosongkan dulu otakmu dari hal-hal yang ngeres, maka kamu akan bisa liat keindahannya.
Udah gitu aja.
Rating
Lima bintang.
Aku belum punya novelnya. Harus cari pinjaman dulu nih kayaknya. 😀
LikeLike
You’re gonna love it, Am 🙂
LikeLike
Kak Vanda kayaknya punya. Tapi aku udah pesan tiga buku lain buat dipinjam. Hehehe. Lain kali, mungkin.
LikeLike
Lanjutin karya Eka Kurniawan yg lain Mbak Carr. Lelaki Harimau dan Cantik Itu Luka. Sama-sama nggilani, haha
LikeLike
Bentar bentar. Sudah ada. Tapi aku ta napas dulu. 😆
LikeLike