Mereka Bilang Saya Monyet!

Mereka-Bilang

Judul: Mereka Bilang Saya Monyet!
Penulis: Djenar Maesa Ayu
Foto sampul: Adimodel
Desain sampul: Mulyono
Setting: Harry Purwadi
Tebal: 135 halaman
ISBN: 978-979-22-8991-6
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Blurb

Mereka Bilang, Saya Monyet! adalah buku pertama Djenar Maesa Ayu yang langsung merebut perhatian pembaca sejak pertama kali diterbitkan. Tema yang berani dan cara bercerita yang lugas serta eksploratif membuat karya ini menuai banyak pujian ketika awal diluncurkan.

Dalam perjalanannya buku ini telah dicetak ulang berkali-kali. Dua dari cerpen dalam buku ini pun menjadi inspirasi bagi Djenar untuk film Mereka Bilang, Saya Monyet! yang disutradarainya sendiri. Film ini berhasil meraih perhatian media massa, bahkan menyabet beberapa penghargaan pada festival bergengsi di dunia, seperti Indonesian Movie Award 2008 (Winner for the Best Actress, Winner of The Best New Comer Actress, Nominated as The Most Favorite Movie), Singapore International Film Festival 2008 (Nominated as The Best Asian Feature Film, Silver Screen Award), Osian’s Cinefan International Film Festival (Nominated as The Best First Feature Film), dan Hongkong International Film Festival 2008 (Official Selection).

Djenar pun mendapat Piala Citra dari kategori Skenario Adaptasi Terbaik dan sebagai Sutradara Baru Terbaik pada Festival Film Indonesia 2009. 

Review

Ada 11 cerita pendek dalam buku ini:

1. Mereka Bilang, Saya Monyet!

Di sini, manusia digambar berkepala binatang, masing-masing mewakili sifatnya. Kerasa bener Djenar mau menyentil segala kemunafikan yang kita punya. Si “aku” sendiri digambarkan sebagai seekor monyet.

Si Kepala Anjing, misalnya, digambarkan sebagai orang yang suka berbohong pada diri sendiri. Lalu ada Si Kepala Buaya. Sudah tahu pasti, kenapa berkepala buaya. Ya, kelakuannya soalnya kek buaya.

Mengendus kemaluan, gitu kata Djenar. Hehe.

2. Lintah

“Ibu saya memelihara seekor lintah.”

Begitu pembukaan cerpen ini. Dan, saya langsung saja menarik kesimpulan, bahwa “lintah” di sini adalah laki-laki. Pacar ibunya, berondong pemuas nafsu, yang maunya dipiara sama tante-tante.

Agak miris sih ketika cerita seiring berlanjut. Iya, sedih.

3. Durian

Durian ini saya tarik dan maknai sebagai cerita pengendalian nafsu.

Hyza, seorang perempuan, punya fobia tertentu sama durian namun sekaligus menginginkannya banget. Hyza digambarkan takut makan durian karena anak-anaknya bisa kena kusta. Tapi liat durian emas yang disimpan sama Bi Inah, dia “terganggu” banget pengin makan.

4. Melukis Jendela

Ini kisah tentang Mayra, yang kesepian. Si anak kesepian, yang kemudian melukis bapak dan ibunya dalam kanvas, lalu memperlakukannya bak orang beneran.

Ayahnya ada sih, tapi sibuk kerja (diceritakan sebagai penulis) di kamar. Sesekali bawa perempuan masuk kamar, dan ya, cuma itu aja.

5. SMS

SMS ini favorit! Paling saya suka. Ceritanya sih selingkuhan biasa aja, tapi karena cara penceritaannya beda ya jadi keren biyanget.

Sampai-sampai saya menelusuri satu per satu lo, ini SMS siapa. Hahaha. Bangke.

6. Menepis Harapan

Kisah seorang penyanyi kafe di hotel–kalau nggak salah. Yang belum move on dari pacarnya.

Hhhh. Kalau Djenar yang membangun suasana kok ya jadinya kelam banget ya ini belum move on-nya. Kalau misal yang nulis Dwitasari, kali bisa jadi komedi (?).

7. Waktu Nayla

Waktu Nayla ini ya bercerita tentang waktu. Waktu Nayla yang tinggal setahun lagi karena kanker. 😦 Iya, ini cerita sedih sih. Ya ampun, cerita mana emang yang nggak sedih di sini?

8. … Wong Asu

Selain SMS, ini cerpen kedua favorit karena teknik penceritaannya yang tak biasa. Saya pikir tadinya ini perbincangan antara dua orang. Ternyata … tetot! Spoiler! 😆

Kalau tahu gitu, ya panteslah kata-katanya begitu lugas, nggak ada bagus-bagusnya. Wkwkwk 😆

9. Namanya, …

My 3rd favorit! Orang tua mana yang mau kasih nama anaknya, Memek Sumarno? Ya cuma orang tua dalam cerita Djenar. Hahaha.

Jangan dulu mengernyit karena ada kata M di situ. Ikuti dulu ceritanya, barangkali kamu malah akan simpati sama si Memek ini.

10. Asmoro

Tentang lika-liku cinta sebenarnya. Tapi Djenar bisa banget bikin rumit cerita. Wkwkwkwk. Adjani mencintai Asmoro, tapi karena kondisi yang rumit akhirnya ya susah juga. Diceritakan bagaimana Adjani berlari mencari cinta, bak cerita Musa membelah Laut Merah deh.

Hiperbola banget sih emang. Tapi enjoyable! Sayang, endingnya “segitu” aja, kalau dibandingkan dengan semua hiperbol yang sudah ada sedari awal.

11. Manusya dan Dia

Kalau saya sih memahami cerita ini kayak hubungan antara manusia dan Dia yang Di Atas. Yes, Tuhan.

Hubungannya kek sepasang kekasih, iya. Kek selingkuhan, iya juga. Wkwkwkwk. Rumit emang. Tarik ulur.

 

Untuk bisa menikmati cerita Djenar, you must speak the same language with her. Punya frekuensi yang sama juga dengannya.

Bukan masalah IQ atau moralitas, karena bahasa yang digunakan oleh Djenar adalah bahasa sarkastik. Kamu nggak bisa membaca bahasa sarkastik dan menelannya bulat-bulat. Kita mesti tahu, ada apa di balik bahasa-bahasa sarkastik itu yang menjadi “pesan” tersembunyi dari seorang Djenar.

Kalau bahasanya nggak sama, ya pasti kamu akan ribut dengan segala macam moralitas yang dengan serta merta dihajar semua sama Djenar. Akhirnya kamu nggak akan suka sama cerita-cerita yang ada di sini.

Saya nggak tahu juga sebenarnya, apakah saya punya bahasa yang sama dengan Djenar, apakah frekuensi saya juga sama dengannya. Tapi, itulah beberapa hal yang bisa saya tangkap dari cerpen-cerpen Djenar.

“Kenapa ya, kok cerita Djenar itu selalu ada seksnya?”

Tulisan Djenar memang bisa dibilang sebagai new ages dalam sastra Indonesia. Sastrawangi, gitu katanya. Sama kek Ayu Utami. Tentu saja, ini akan secara berbeda dimaknai, kalau pembacanya adalah pembaca cerita konvensional.

Saran saya sih, kalau memang merasa diri hanya bisa membaca bacaan konvensional ya sudah, jangan paksakan diri membaca tulisan seperti ini. Nggak akan masup. Yang ada jijik-jijik sedap.

Kayak kalau biasa denger dangdut, ya nggak bisa disuruh dengerin musik rock underground. Yang biasa denger keroncong ya kayaknya susah juga kalau disuruh dengerin jazz. Kecuali kalau siap menerima “sesuatu yang baru”.

It’s ok kalau memang nggak masuk ke selera. Tapi kalau mempermasalahkan sarunya sih, kalau kamu baca Wattpad, kamu akan bisa menemukan cerita saru bahkan lebih banyak dan lebih menjijikkan ketimbang cerita Djenar ini.

Rating

5 dari 5 bintang yang saya punya.

 

2 Comments Add yours

  1. zenashura says:

    Jadi mau bacaaaaaaaa
    Eh tumben dibahas semuanya, Miss, kenapa dodolibret ngga?

    Like

    1. Dodolitbret udah panjang duluan karena pertanyaan-pertanyaan ituh. 😆

      Like

Komennya, Kakak ^^

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s