Judul: Murder on The Orient Express
Pemain: Kenneth Branagh, Johnny Depp, Judi Dench, Michelle Pfeiffer, Willem Dafoe dll
Sutradara: Kenneth Branagh
Skenario: Michael Green
Berdasarkan novel Agatha Christie dengan judul yang sama
Tahun produksi: 2017
Produksi: 20th Century Fox
Alur Cerita
Poirot baru saja menyelesaikan satu kasus di Yerusalem, dan kemudian berniat untuk libur sejenak dari segala macam kegiatan penyelidikan. Dari Yerusalem, ia lantas berlayar ke Istanbul.
Di kapal itulah pertama kali ia bertemu Mary Debenham dan Dokter Arbuthnot. Sesampainya di Istanbul, ia malah dapat kabar kalau harus segera kembali ke London karena ada kasus lagi. Poirot pastinya jengkel juga, tapi ya mau gimana lagi. Kebetulan di Istanbul itu, Poirot ketemu Bouc, sahabat lamanya yang sekarang menjabat sebagai direktur Orient Express, sebuah perusahaan kereta api cepat mewah yang melintas dari Turki hingga Inggris.
Poirot pun meminta bantuan Bouc untuk mencarikan tempat di Orient Express berikutnya yang akan berangkat.
Ndilalah, ternyata keretanya penuh, sudah dipesan semua kompartemennya. Ya, ini agak aneh. Bouc pun merasa aneh, karena ini bukan peak season. Tapi untunglah ada orang yang nggak jadi datang, sehingga tempatnya bisa diberikan pada Poirot. Meski bukan kelas satu, dan Poirot harus berbagi kamar dengan MacQueen, yang adalah sekretarisnya Samuel Ratchett.
Penumpang lain dalam kereta itu ada Edward Masterman (pelayan Ratchett),Β Gerhard Hardman, Mrs. Hubbard–seorang sosialita asal Amerika, Beniamino Marquez–penjual mobil asal Italia, Princess Dragomiroff (seorang putri dari Rusia) dan Hildegarde Schmidt–pelayannya, Pilar Estravados–seorang (semacam) misionaris, dan Count and Countess Andrenyi.
Selain itu ada Michel, kondektur kereta.
Sepanjang perjalanan, banyak gosip dan cerita yang diserap oleh Poirot. Dan kemudian, Ratchett tiba-tiba saja mendekatinya di satu waktu. Ia mendapatkan surat ancaman pembunuhan, dan minta Poirot untuk menjadi penjaganya.
Poirot menolak, sambil bilang, “It’s not the money. It’s because I don’t like your face, Mr. Ratchett.” π Sumpah, saya nyembur pas denger kalimat itu π
Singkat kata, kereta Orient Express terterjang badai salju, dan mengalami kecelakaan karena tertimpa longsoran salju. Kondisinya ya agak parah sih. Loko terguling menjelang masuk terowongan, sedangkan badannya ada di satu jembatan rel yang melintasi jurang gitu.
Dan, Ratchett benar-benar terbunuh malam itu.
Dengan kondisi kereta seperti itu, rasanya nggak mungkin pembunuhnya lari keluar dari kereta. Pun tak ada tanda-tanda kalau Ratchett bunuh diri. Sudah jelas Ratchett dibunuh.
Bouc meminta Poirot untuk menyelidiki pembunuhan tersebut, karena perusahaan Orient Express akan jadi taruhannya kalau sampai berita pembunuhan ini tersebar dan tak terpecahkan.
Pertama sih Poirot nggak mau, karena ia lagi pengin liburan. Tapi Bouc memaksa, jadi ya sudah, Poirot menerimanya. Lagipula …
“I’m the best detective in the world.”
Gitu katanya saat harus menjawab Gerhard kenapa ia harus memecahkan kasus ini. π
Lalu penyelidikan pun dimulai. Melalui hasil wawancara, dan sel-sel kelabu di otaknya yang luar biasa, Poirot akhirnya menemukan fakta mengejutkan. Bahwa Ratchett sebenarnya adalah seseorang yang bernama Casetti, yaitu pembunuh dan penculik Daisy Armstrong, seorang gadis kecil, yang kasusnya ramai merebak sekitar 2 tahun sebelumnya.
Ayah Daisy sebenarnya sudah mengirimkan surat pada Poirot untuk meminta bantuan pemecahan kasusnya, tapi Poirot datang terlambat. Daisy sudah mati. Ibu Daisy–saat Daisy ditemukan mati–shock berat, padahal lagi hamil. Jadilah kehamilannya bermasalah yang berujung kematian pada ibu dan bayinya. Ayah Daisy akhirnya bunuh diri. Sedangkan Casetti bebas. Tak terjamah hukum.
Saya lupa dari mana akhirnya Poirot mengetahui sejarah masing-masing penumpang Orient Express itu. Kayaknya saat Princess Dragomiroff diwawancara deh. Princess Dragomiroff mengaku sebagai ibu baptis Sonia–ibu Daisy–dan merupakan teman dekat Linda Arden–ibu Sonia, nenek Daisy.
Dari situ kemudian semua bisa dikembangkan oleh Poirot.
Review
Film ini benar-benar bertabur bintang!
Saya sebenarnya saat film ini pertama diputar di bioskop-bioskop sudah berjanji nggak akan nonton π Gara-garanya, saya takut kecewa dengan sosok Poirot, my hero. Beberapa kali menonton film Agatha Christie, saya males banget liat Poirot-nya. Jauuuh bener dari bayangan saya.
Lalu, memang Poirot yang diperankan oleh Kenneth Branagh ini apakah bisa memuaskan imajinasi saya, hingga akhirnya saya mau nonton?
Enggak juga! π Saya sebel juga! Pertama, seharusnya Poirot itu berambut hitam. Rambut Kenneth Branagh cokelat beruban. Poirot harusnya berkepala bulat telur. Kepalanya Kenneth Branagh enggak bulet telur. Poirot harusnya kecil, pokoknya bikin orang underestimate sama dia deh. Kenneth ini gagah, gede, tegap. Ganteng pula!
Di film ini juga berkali-kali, Poirot digambarkan adu fisik sama orang. Padahal Poirot mah nggak pernah adu fisik! Ia terlalu pede dengan otaknya, sehingga selalu menghindari adu fisik. Lah, bisa-bisanya di film ini dia kejar-kejaran sama MacQueen di struktur jembatan rel kereta! Huahahaha. Aduh! Maaf ya, adegan ini paling failed buat saya. Pffft.
Dan, kumisnya! Kumisnya Kenneth berantakan, meski memang simetris sih berantakannya. Padahal mestinya kumis Poirot mah hitam klimis, karena disemir. Hih! Menghancurkan image Poirot yang penyembah kerapian. Ya, kerapian. Poirot penyembah kerapian, bukan keseimbangan atau balance, seperti yang dibilang sama Poirot Kenneth Branagh.
Tapi, saya mengagumi aksen Belgia Kenneth π Waaaakkk! Seksi abis! π Blah. Maka semua kesebalan saya pelan-pelan luntur juga seiring film berjalan.
Casting lain yang mencuri perhatian saya ya pastinya Yang Mulia Johnny Depp! Ini orang bisa banget ya, berubah karakter. Gila banget. Cuma memang ada perbedaan juga sih antara Ratchett yang di novel sama Ratchett yang di film. Meski Johnny Depp memang pemain watak, tapi kayaknya “dingin”-nya Ratchett di novel kurang kebawa juga di film. Ratchett malah sempat ngobrol ngalor ngidul sebelum akhirnya mau nyewa Poirot. Kurang sok, gitu deh. Terlalu basa-basi.
Karakter lainnya, saya pas nulis alur cerita di atas sempat kepeleset menulis Kolonel Arbuthnot. Ya, soalnya di novel, Arbuthnot adalah seorang kolonel, bukan dokter. Sedangkan Pilar–yang diperankan oleh Penelope Cruz–itu nggak ada di buku. Saya lupa sih siapa nama si pengasuh Daisy Armstrong versi buku. Terus saya juga ingat, si penjual mobil asal Italia itu namanya Foscarelli, bukan Marquez.
Saya nggak tahu sih alasan di balik penggantian nama karakter-karakter ini π
Soooo … di balik semua komplen saya soal karakter tokoh, saya tetap harus acungkan jempol pada sudut-sudut pengambilan gambar. Saya suka banget sudut pengambilan gambar tegak lurus dari atas, saat Poirot menemukan Ratchett terbunuh. Yang hanya memperlihatkan kepala Poirot, Bouc, pelayan dan Arbuthnot yang heboh. Juga suka pas Poirot sedang menyelidiki TKP–kamarnya Ratchett–bareng Bouc yang ditampakkan dari atas.
Saya juga suka saat Poirot “mengadili” para penumpang di depan terowongan kereta api, untuk mengungkap siapa pelaku pembunuhan Ratchett di akhir cerita.
Well, overall, film ini bagus sih sebagai film misteri dan kriminal. Cuma sayanya aja sih yang riwil, dan karena saya sudah baca bukunya PLUS terlalu ngefans sama Poirot π Jadi, saya nggak terlalu puas.