Judul: Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)
Penulis: Djenar Maesa Ayu
Foto Sampul: Adimodel
Desain Sampul: Mulyono
Setting: Harry Purwadi
ISBN: 978-979-22-8994-7
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Blurb
Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekali pun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak. Saya sangat tahu aturan main. Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberapa jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Bayangkan! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam lima tahun?
Ini tidak main-main!
Review
Yak, baiklah. Ternyata saya belum pernah review buku ini ya, di sini. Jadi, mari kita lihat.
Ada 11 cerita dalam buku ini.
1. Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)
Kisah perselingkuhan biasa sebenarnya. Tapi yah ditulisnya dengan gaya yang ‘Djenar’. Per bagiannya terdiri atas 4 paragraf, masing-masing mewakili sudut pandang yang berbeda–mewakili si suami, mewakili si selingkuhan, mewakili si istri, terus yang satu lagi ini mewakili siapa, entah saya kurang paham.
Meski demikian, twist mudah dipahami sih.
2. Mandi Sabun Mandi
Ini juga masih perselingkuhan, dan sabun mandi yang menjadi saksi kunci perselingkuhan. Hehehe.
3. Moral
“Kemarin saya melihat moral di etalase sebuah toko. Harganya seribu rupiah. Tapi karena saya tertarik dengan rok kulit mini seharga satu juta sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu delapan ratus rupiah, akhirnya saya memutuskan untuk menunda membeli moral.”
Dari paragraf pertama aja, saya sudah langsung suka sama cerita ini. Hahaha. Sungguh cerita moral yang satir, bahkan sampai akhir. Dan bahwa moral diobral begitu mudah di gedung DPR. *tetot! spoiler!*
4. Menyusu Ayah
My most favorite. Yah, you knowlah. Menyusu Ayah-nya kek apa, kalau Djenar yang nulis. Cerpen ini merupakan Cerpen Terbaik Jurnal Perempuan 2002, dalam Edisi Khusus Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Jadi memang feminist abis.
5. Cermin
Kisah seorang ibu selepas kematian putrinya akibat bunuh diri, akibat kegagalan komunikasi yang terjadi antara mereka. Si ibu mengira anaknya sangat penurut dan penuh kasih sayang, sedangkan si anak sebenarnya sedang berusaha banget mendapatkan perhatian dari ibunya–yang enggak pernah bisa si ibu berikan.
Nyesek sih ceritanya. 😦
6. Saya Adalah Seorang Alkoholik
My 2nd fav. Kalau sedari awal ke tengah sih yah … bentuk cerita biasa saja dengan segala sayatannya. Begitu dari tengah ke belakang, bikin saya misuh-misuh 😆 Seakan saya diajak nonton reverse-slow-motion movies gitu deh.
Kok bisa ya kepikiran begini?
7. Staccato
Yang satu ini juga ditulis dengan gaya eksperimental. Membacanya beneran kayak sedang mendengarkan musik staccato. Terhenti-henti, terentak-entak. Meski demikian ya, gampang juga sih tetepan diraba inti ceritanya. Hedeh, gilingan.
8. Saya di Mata Sebagian Orang
Ditulis seakan si tokoh lagi curhat brutal gitu sih ke kita. Tentu saja dengan pelintiran di akhir cerita yang cukup meledak.
9. Ting!
“Ting!” di sini adalah suara elevator. Ya, memang setting tempatnya di elevator. Tentang seorang pelacur yang harus menghadapi berbagai stereotip dari orang-orang yang berada satu lift dengannya.
Meski nyesek di sepanjang cerita, tapi cukup manis di ending.
10. Penthouse 2601
Ini kisah sebuah penthouse, dan diceritakan dari sudut pandang si penthouse. Ia yang tadinya berharap akan menjadi tempat keluarga bahagia menghabiskan waktu-waktu bersama mesti harus menghadapi kenyataan, bahwa sebuah penthouse adalah tempat untuk mengadakan pesta, sampai orgy.
11. Payudara Nai Nai
Baru tahu kalau bahasa Tiongkoknya ‘payudara’ adalah Nai Nai. Kisah ini sangat feminist, menyentil soal stereotip bahwa perempuan berpayudara besar itu adalah yang paling oke. Nai Nai punya payudara kecil, namun meski begitu, Nai Nai paling update cerita porno karena suka baca buku-buku stensilan dagangan bapaknya.
Itu yang menjadi “bekal” Nai Nai untuk didekati cowok-cowok di sekitarnya.
Yah, Djenar memang begitu. Jadi, tinggal kita saja bisa menyesuaikan dengannya atau enggak. Kalau bisa, you will enjoy the book. Otherwise, kamu akan bilang buku ini sampah..
Tapi yang pasti, Djenar jujur. Karena enggak semua yang ada di dunia ini adalah yang indah-indah doang. Justru dengan membaca hal-hal seperti ini, kita jadi tahu, manusia seperti apa kita sebenarnya. Dan lalu bisa belajar untuk nggak menjadi munafik.