Judul: Three Billboards Outside Ebbing, Missouri
Pemain: Frances McDormand, Sam Rockwell, Woody Harrelson, dkk
Sutradara: Martin McDonagh
Tahun rilis: 2017
Alur Cerita
Tujuh bulan sebelumnya, Angela Hayes telah diperkosa dan dibunuh. Mildred, ibunya, tentu saja berusaha mencari keadilan. Namun, selama 7 bulan itu juga, tak ada kemajuan dalam penyelidikan polisi.
Suatu kali, Mildred mengendarai mobilnya melewati salah satu jalan di luar kota Ebbing, Missouri (setiap hari ia melewatinya sih, untuk mengantarkan anak cowoknya sekolah). Di sepanjang jalan itu ada 3 baliho terbengkalai. Mendadak, Mildred pun punya ide.
Didatanginya agen advertising yang empunya 3 billboards itu, lalu minta dipasangkan 3 banner besar. Tulisannya “RAPED WHILE DYING”, “STILL NO ARRESTS?”, dan “HOW COME, CHIEF WILLOUGHBY?”

Sontak, kota pun geger. Chief Bill Willoughby, sang kepala polisi di kota itu, sebenarnya adalah petugas yang bertanggung jawab. “Sayangnya”, ia terlalu melindungi anak buahnya, padahal banyak yang korup. Termasuk Sam Dixon, seorang kulit putih yang sebelumnya juga kena kasus rasis gara-gara menghajar tahanan kulit hitam.
Chief Bill ini ternyata menderita kanker pankreas stadium akhir. Pokoknya, ia itu sebenarnya sekarat. Kondisi Chief ini seharusnya bisa membuat Mildred melunak. Tapi, enggak. Mildred tetap keras kepala meminta pertanggungjawaban si kepala polisi.
Ya, Mildred nggak bisa disalahkan sih. Sudah 7 bulan tanpa keterangan, padahal Ebbing itu kota kecil. Orangnya ya itu-itu aja, masa sih nggak bisa menemukan sedikit saja titik terang? Mildred pokoknya tetep kekeuh.
Hal tersebut tambah bikin jengkel orang-orang di kota itu. Mereka minta Mildred menurunkan banner, tapi Mildred nggak mau. Akibatnya, Mildred dan Robbie–anak cowoknya–dibully dan diteror.
Bill merasa pemasangan banner di billboard di jalan itu menyerang dan membunuh karakter, dan terutama membahayakan otoritasnya sebagai kepala polisi. Ia sebenarnya menaruh simpati pada Mildred, tapi ia sendiri pun mentok dalam penyelidikan.

Sam Dixon-lah yang paling merasa sebal pada Mildred, karena Bill sudah banyak membantunya. Dixon mulai meneror orang-orang di sekitar Mildred, atau yang membantu Mildred. Si pemilik perusahaan advertising, teman sekerja Mildred, semua digangguin. Tapi, Mildred tetap kekeuh.
Hingga kemudian Mildred menyerang seorang dokter gigi karena mengancamnya sementara ia memeriksakan giginya. Bill pun menginterogasi Mildred di kantornya. Sementara proses interogasi berlangsung, Bill batuk darah dan dilarikan ke RS. Tak berapa lama kemudian, Bill memang diperbolehkan pulang.
Suatu waktu, Bill mengajak keluarganya piknik. Dua anak ceweknya disuruhnya memancing, sementara ia ena-ena sama istrinya di suatu tempat. Malamnya, Bill bunuh diri.
Inilah momen paling emosional dalam film ini.
Anne, istri Bill, lantas memberikan surat-surat Bill pada mereka yang dituju, termasuk pada Mildred. Ternyata Bill sudah menyewakan billboards di luar kota itu untuk beberapa bulan ke depan lagi untuk Mildred seharga $5000. Harapannya, supaya penyelidikan tetap dilanjutkan meski ia sendiri sudah mati.
Dixon, yang sedih berat sepeninggal Bill, menyerang si pemilik perusahaan advertising. Lalu di jalan, ia pun menyemprot seorang kulit hitam, tanpa menyadari bahwa orang tersebut adalah chief-nya yang baru, pengganti Bill.
Karena attitude-nya ini, Dixon pun dipecat.
Sementara itu, teror masih terus menyerang Mildred. Mulai dari diserang oleh seorang lelaki berambut cepak di toko tempat ia kerja, sampai pembakaran billboard, yang membuat bannernya hancur.
Mildred menduga ini semua ulah Dixon dan polisi-polisi lainnya. Ia pun mendatangi kantor polisi di suatu malam, lalu melempar beberapa bom molotov ke dalam kantor polisi, tanpa menyadari Dixon ada di dalam kantor sedang mengambil dan membaca surat Bill yang ditujukan untuknya.
Dixon keluar dengan tubuh terbakar. Mildred baru nyadar waktu ia keluar dari persembunyian. Di situ juga ada James, pria cebol yang naksir Mildred, menyaksikan peristiwa kebakaran dan bisa menduga bahwa Mildredlah pelakunya. James pun membuatkan alibi untuk Mildred, dengan balasan Mildred mau diajak kencan.
Sementara itu, Dixon dilarikan di rumah sakit. Di sana ia ketemu dengan pemilik advertising yang diserangnya. Setelah puas ngomelin Dixon, si pemilik advertising itu malah memberi Dixon jus jeruk. Di situlah Dixon sadar, bahwa kebencian itu nggak ada gunanya. Seperti yang ditulis Bill untuknya dalam surat.
Sekeluarnya dari RS, Dixon rusak mukanya. Luka bakarnya memang parah sih. Tapi attitude-nya sudah berubah.

Sementara itu, James kencan dengan Mildred. Di resto itu, mereka berdua ketemulah dengan Charlie, bekas suami Mildred, yang sekarang pacaran sama perempuan ingusan usia 20an yang polos-polos bodoh gitu 😆 Charlie mengaku, ternyata ialah yang membakar billboards Mildred di luar kota dalam kondisi mabuk. Kencan pun bubar. James pergi karena merasa dilecehkan oleh Mildred.
Suatu kali, pas lagi nongkrong di warung (((warung))), nggak sengaja Dixon mendengar 2 orang pria ngobrolin sesuatu yang kurang lebih kayak pemerkosaan dan pembunuhan gitu. Dixon sih menduga, ini nih pelaku pembunuhan Angela. Ia keluar lalu mengingat nomor plat mobil yang dipakai oleh pria-pria itu. Ndilalah kok ya, dasar Dixon tukang cari masalah. Gelutlah ia sama salah satunya, yang ternyata adalah pria yang menyerang Mildred di toko tempo hari.
Dixon mencoba bicara ke Mildred, kalau ia punya terduga pembunuh Angela, dan sudah minta sosok pria ini diselidiki, karena Dixon bisa mengambil sampel DNA karena dia sempat menggaruk wajah si pria pas gelut di warung. Tapi, ternyata DNAnya nggak cocok. Si pria itu ternyata adalah tentara, dan saat pembunuhan Angela, si tentara sedang berada di suatu tempat di luar Amerika (nggak disebutkan secara eksplisit di mana sih, tapi kayaknya di Afganistan deh).
Meski DNA-nya nggak cocok, Dixon bilang ke Mildred, bahwa meski bukan Angela yang menjadi korban, si pria itu PASTI bersalah untuk beberapa pemerkosaan yang lain. Lalu, mereka berdua pun pergi ke Idaho untuk membunuh si pria.
Di tengah perjalanan, Mildred tiba-tiba saja merasa sangsi akan tujuan mereka pergi. Nggak yakin gitu. Ternyata, Dixon juga sama. Akhirnya mereka memutuskan, lihat nanti saja deh, kalau sudah sampai di sana.
Review

Ini film yang nggak terlalu bikin kita mikir sebenarnya. Alurnya sederhana saja, nggak pakai dibolak-balik, pun nggak ada teka-teki. Semua melaju dengan aman. Enjoyable.
Yang cukup bikin betah adalah akting Frances McDormand. Sebagai seorang ibu yang lagi berduka, muka datarnya bener-bener memendam banyak rasa. Nggak pernah senyum, tapi somehow, kadang melontarkan dark jokes yang bikin kita nyengir juga. Saya suka cara berpakaiannya sih 😀 Swag gimana gitu. Hahaha.
Karakter lain yang sangat kuat adalah Dixon. Sungguh menyebalkan di awal sampai tengah, dan kemudian bisa aja gitu langsung mengundang simpati saat ia mulai ngebantuin Mildred.
Karakter lain yang juga ngegemesin adalah Penelope, pacarnya Charlie yang polos-polos bloon 😆 Oh. My. God. Peran kecil, yang nongolnya cuma dua kelebat, tapi bikin saya pengin jambak rambutnya 😆 Ya Tuhan!
Sungguh, ini film tentang karakter manusia. Antara Mildred-Chief Bill-Dixon, chemistry-nya melebihi threesome #eh Luar biasa banget.
Dan endingnya yang sangat terbuka itu, saya suka banget! Bikin kita bisa menjelajah imajinasi sendiri, mau ending yang gimana? Akhirnya Dixon sama Mildred beneran membunuh si pria bekas tentara? Atau sesampainya di sana Mildred sama Dixon malah belok ke motel, dan making out? Ups. Ketauan suka nonton film semi. Wakakakak 😆